oleh: Vinna Melwanti
Saya teramat dingin. Pucat pasi. Tak berdarah lagi muka ini. Jalan sudah goyang. Dada amatlah sesaknya. Napas satu-satu, berat sekali. Saya sangat disiplin, ternyata kena juga. Saya positif corona di tengah kampanye gelombang kedua yang besar. Ya Tuhan.
Ini kali pertama saya naik dan rebah dalam ambulance, menggigil. Ini pertama kali, paru-paru saya bagai diremas. Makin lama kian kuat. Ini pertama kali saya demam, yang membuat seluruh tubuh mandi keringat. Dua kali per jam ganti baju.
Ketika naik ambulance, saya seperti dilarikan ke dunia lain, sirinenya meraung panjang, membelah kota Jakarta yang sepi menjelang dinihari. Saya yang lahir di Jakarta, tak pernah setakut ini di kota yang sama.